Tahun 2025 membawa sejumlah perubahan signifikan dalam kebijakan perpajakan bagi badan usaha di Indonesia. Seiring dengan upaya pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem perpajakan, berbagai kebijakan baru telah diimplementasikan yang berpengaruh pada pelaku usaha di tanah air. Mulai dari tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan, insentif sektor tertentu, hingga penggunaan sistem administrasi perpajakan digital, berikut adalah kebijakan perpajakan terbaru yang perlu dipahami oleh badan usaha di Indonesia.
1. Tarif PPh Badan
2. Insentif Pajak untuk Sektor Tertentu
Pemerintah Indonesia juga memberikan insentif pajak kepada sektor-sektor tertentu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi, di antaranya:
3. Implementasi Sistem Administrasi Tax Digital (Coretax)
Mulai 1 Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimplementasikan sistem administrasi perpajakan digital baru yang disebut Coretax. Sistem ini menggantikan sistem e-Registration yang lama dan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam administrasi perpajakan.
Sebagai bagian dari implementasi ini, kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang memiliki lebih dari satu tempat kegiatan usaha akan dilakukan secara terpusat menggunakan NPWP pusat. Ini akan mempermudah administrasi pajak untuk badan usaha yang memiliki cabang atau lokasi usaha yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
4. Perpanjangan Tarif PPh Final 0,5% untuk UMKM
Pemerintah telah memperpanjang pemberlakuan tarif PPh Final 0,5% untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hingga akhir tahun 2025. Untuk wajib pajak orang pribadi yang telah memanfaatkan fasilitas ini selama 7 tahun (sejak 2018), mulai tahun 2025 mereka harus beralih ke tarif PPh normal. Untuk badan usaha, tarif PPh Final 0,5% berlaku selama 3 tahun untuk PT dan 4 tahun untuk koperasi, CV, atau badan usaha milik desa.
5. Pajak Minimum Global (Global Anti-Base Erosion / GloBE)
Sebagai bagian dari reformasi perpajakan global, Indonesia mulai menerapkan Pajak Minimum Global berdasarkan kesepakatan internasional yang diatur dalam OECD/G20 Inclusive Framework. Kebijakan ini mewajibkan perusahaan multinasional dengan pendapatan konsolidasi global minimal 750 juta euro untuk membayar pajak minimum sebesar 15%.
Jika tarif efektif suatu entitas di bawah ambang tersebut, maka entitas tersebut wajib membayar pajak tambahan untuk menutupi selisihnya paling lambat pada akhir tahun pajak berikutnya. Aturan terkait pelaporan SPT GloBE masih dalam proses finalisasi, dan badan usaha di Indonesia yang memenuhi kriteria akan diminta untuk mematuhi ketentuan tersebut.
Kesimpulan
Kebijakan perpajakan terbaru yang berlaku pada 2025 memberikan berbagai perubahan yang signifikan bagi badan usaha di Indonesia. Dari tarif PPh Badan yang tetap berlaku hingga insentif sektor tertentu, serta penerapan sistem administrasi perpajakan digital, pemerintah berupaya meningkatkan kepatuhan pajak dan mempermudah pelaporan. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan kebijakan-kebijakan baru ini untuk memastikan kepatuhan perpajakan dan memanfaatkan insentif yang tersedia.
Bagi perusahaan, penting untuk melakukan pembaruan administrasi perpajakan sesuai dengan peraturan terbaru dan terus mengikuti perkembangan kebijakan perpajakan yang berlaku. Konsultasi dengan konsultan pajak atau pihak yang berkompeten juga disarankan agar dapat mengoptimalkan kewajiban pajak dan memanfaatkan kebijakan insentif yang ada.