Oleh: Bambang Sukoco, S.H.
“Secara alamiah memang tidak ada orang yang mau dikenakan pajak oleh pemerintah, walaupun pada dasarnya mampu”.
-Ariston Tjendra
Masyarakat sebagai wajib pajak terkadang enggan membayar pajak apabila melihat kabar yang beredar di media mengenai pejabat yang melakukan praktik korupsi.
Pemberitaan negatif juga mempunyai pengaruh akan kepatuhan wajib pajak. Seperti kebijakan menaikkan PPN menjadi 11% yang dikeluhkan masyarakat.
Pajak Sebagai Pembangunan
Usaha yang dilakukan negara untuk melakukan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran salah satunya ialah dengan meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan. Wajib pajak terutama orang pribadi memiliki peranan besar dalam menyongkong penerimaan pajak
Di Indonesia menurut Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2020, jumlah wajib pajak orang pribadi yang tercatat di Indonesia hanya sebanyak 42,3jt wajib pajak.
Sedangkan berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 tercatat mencapai 270, juta jiwa. Hal ini berarti yang menjadi wajib pajak di Indonesia hanya sekitar 15,6% dari total penduduk Indonesia. Apabila dilihat dari skala internasional jumlah wajib pajak di Indonesia masih jauh dengan negara lain, yang dapat dilihat dibawah ini:
Berdasarkan Tax Administration 2021: Comparative Information on OECD and other Advanced and Emerging Economies. Indonesia masih tertinggal seperti di Thailand yang mencapai 16% dan Malaysia mencapai 25,6%.
Inilah yang membedakan negara-negara maju dibandingkan negara berkembang, negara maju sebagian masyarakatnya sudah terdapat sebagai wajib pajak dan aktif menunaikan kewajiban perpajakannya masing-masing. Dampak dari kepatuhan wajib pajak ini meningkatkan kontribusi PPh orang pribadi terhadap total penerimaan negara.
Baca Juga: Pro-Kontra Kenaikan Tarif PPN April.
Kepercayaan Wajib Pajak
Menurut Robbins (2006), kepercayaan merupakan ekspektasi atau pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan bertindak oportunistik, baik melalui kata-kata, tindakan, ataupun keputusan. Terdapat 5 faktor indikator yang melandasi konsep kepercayaan yaitu sebagai berikut:
A. Integritas
Integritas merujuk pada kejujuran dan keadaan yang sebenarnya. Dalam dimensi ini, integritas aparat pajak tercermin dalam kejujuran, tanggung jawab dan kesesuaian setiap tindakan dengan kode etik pegawai pajak yang berlaku.
B. Kompetensi
Kompetensi merupakan pengetahuan, keahlian teknis dan kecerdasan interpersonal (kecerdasan sosial dalam menjalin hubungan yang baik dan menangani permasalahan). Kompetensi aparat pajak diukur dari pengetahuan maupun keterampilan teknis yang dimiliki oleh aparat pajak dalam upayanya untuk melayani setiap kepentingan wajib pajak.
C. Konsistensi
Konsistensi berkaitan dengan dapat dipercaya, dapat diramalkan, dan pandangan yang baik dalam menangani sesuatu. Konsistensi aparat pajak dapat dilihat dari kesesuaian dalam berjanji terkait manfaat pajak dengan realita yang ada di masyarakat dan konsisten dalam menangani permasalahan dan keluhan yang dialami oleh wajib pajak.
D. Loyalitas
Loyalitas merujuk kepada kepatuhan dan kesetiaan. Kepercayaan masyarakat bahwa individu akan bergantung pada seseorang yang tidak bersifat oportunistik. Dalam hal ini, wajib pajak cenderung akan memiliki kepercayaan dan bertindak positif kepada aparat pajak yang tidak bertindak oportunistik (menguntungkan diri sendiri) serta aparat pajak yang patuh dan setia terhadap undang-undang perpajakan.
E. Keterbukaan
Wajib pajak akan memiliki kepercayaan apabila aparat pajak memiliki transparansi dalam aliran masuk dari berbagai sumber penerimaan pajak serta pengelolaan dan pendistribusian dana pajak.
Baca Juga: Breaking News: Pembayaran Pajak Kendaraan Secara Online Melalui Aplikasi SIGNAL Mobile.
Pengaruh Praktik Korupsi Terhadap Perpajakan
Korupsi diartikan sebagai penyalahgunaan atau penyelewengan uang negara untuk kepentingan pribadi ataupun orang lain. Menurut lembaga Transparency International, korupsi merupakan sebuah penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meiliyah Ariani dan Ahmad Kautsar mengenai “Pengaruh Praktik Korupsi Perpajakan Terhadap Kepercayaan dan Kepatuhan Wajib Pajak” menunjukkan pengaruh signifikan terhadap ketidakpatuhan wajib pajak.
Praktik korupsi perpajakan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat praktik korupsi perpajakan yang terjadi maka semakin meningkat ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
Hal ini disebabkan karena wajib pajak merasa khawatir karena iuran pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak guna membangun bangsa dan negara malah digunakan segelintir orang untuk memperkaya diri sendiri dengan melakukan tindakan praktik korupsi perpajakan.
Itulah penjelasan singkat mengenai “Pengaruh Praktik Korupsi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak” untuk mengetahui lebih lanjut mengenai isu hukum terbaru, keep up to date di YukLegal ya! kalian juga bisa mengkonsultasikan masalah hukum kalian dengan mengakses laman YukLegal.
Sumber:
Meiliyah Ariani, Ahmad Kautsar, 2016. “Pengaruh Praktik Korupsi Perpajakan Terhadap Kepercayaan Dan Kepatuhan Wajib Pajak”. Fakultas Ekonomi, Universitas Prof. Dr. Moestopo.
CNN Indonesia, “Susah Payah Sri Mulyani Hapus Citra Korupsi Petugas Pajak“. Diakses pada laman. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20191204143232-532-454083/susah -payah-sri-mulyani-hapus-citra-korupsi-petugas-pajak. Diakses pada tanggal 13 April 2022.
DDTC News. “Statistik Pajak Multinasional Simak Di Sini, Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Di Berbagai Negara”. Diakses pada laman. https://news.ddtc. co.id/simak-di-sini-jumlah-wajib-pajak-orang-pribadi-di-berbagai-negara-38024. Diakses pada tanggal 13 April 2022.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.