fbpx

Hukum Persaingan Usaha Pasca Undang-Undang Cipta Kerja: Apa Saja yang Berubah?

Hukum Persaingan Usaha Pasca Undang-Undang Cipta Kerja

Oleh: Chaira Machmudya Salsabila, S.H.

Halo, Sobat YukLegal! Pada kesempatan kali ini, penulis akan mengajak Anda untuk membahas perubahan dari Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya setelah adanya Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Mungkin sebagian dari Sobat YukLegal sudah sedikit familiar dengan topik Hukum Persaingan Usaha. Persaingan usaha merupakan aspek yang sangat penting dalam dunia bisnis dan industri demi terciptanya lingkungan usaha yang sehat serta perekonomian yang kuat. Tanpa adanya persaingan usaha yang sehat, tidak akan ada kesempatan yang setara bagi semua pelaku usaha untuk memasuki pasar dan menjalankan usahanya. 

Di Indonesia sendiri, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 diundangkan setelah melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang. Menurut buku Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks & Konteks karya Andi Fahmi Lubis, et al., Undang-Undang tersebut lahir sebagai koreksi atas sistem perekonomian pre-reformasi yang didominasi oleh praktik oligopoli dan monopoli dalam berbagai sektor. Hal tersebut merupakan salah satu faktor melemahnya perekonomian nasional pada krisis 1997. Agar krisis tersebut tidak terulang kembali, diundangkanlah UU tersebut sebagai salah satu upaya reformasi di sektor ekonomi.

Setelah Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja diundangkan, terdapat beberapa perubahan dalam beberapa Undang-Undang, tidak terkecuali UU No. 5 Tahun 1999. Apa saja perubahannya? Yuk kita simak sama-sama!

1. Kewenangan Pengadilan Niaga

Sebelum diubahnya UU No. 5 tahun 1999 melalui UU Cipta Kerja, Pengadilan Negeri adalah pengadilan yang diberi kewenangan dalam menangani keberatan dari pelaku usaha atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai pelanggaran yang dilakukannya. Namun, setelah UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku, kewenangan tersebut dijalankan oleh Pengadilan Niaga. Ini diatur dalam Pasal 118 Undang-Undang Cipta Kerja. 

Lebih lanjut lagi, peraturan pelaksana dari perubahan ini, yaitu Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, juga mengatur bahwa keberatan tersebut harus diajukan oleh pelaku usaha terkait kepada Pengadilan Niaga. 

Akibat dari perubahan ini antara lain adalah jangka waktu serta prosedur yang mengikuti aturan Pengadilan Niaga. Ini ditegaskan kembali dalam Pasal 118 Undang-Undang Cipta Kerja, yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan di Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung Republik Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

2. Penambahan Sanksi

Pasal 47 dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjelaskan bahwa terdapat sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tersebut. Salah satunya adalah perintah bagi pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan usahanya, seperti yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2) huruf c dalam Undang-Undang itu. 

Nah, permasalahannya, dalam huruf tersebut, tidak dijelaskan pelanggaran dalam pasal mana saja yang yang dikenakan sanksi perintah penghentian kegiatan usaha. Pasal tersebut hanya menyebutkan “kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan/atau merugikan masyarakat”. 

Dalam perubahan yang dibawa UU Cipta Kerja, dijelaskan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 (Monopoli), Pasal 18 (Monopsoni), Pasal 19-21 (Penguasaan Pasar), Pasal 22-24 (Persekongkolan), Pasal 26 (Jabatan Rangkap), dan Pasal 27 (Pemilikan Saham).

3. Penghapusan Denda Maksimal

Masih mengenai sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999, dalam ayat (2) huruf g disebutkan bahwa sanksi denda yang dapat dikenakan pada pelaku usaha yang melanggar adalah minimal Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan maksimal Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Lantas, apa yang berubah dalam Undang-Undang ini menurut Undang-Undang Cipta Kerja?

Ternyata, denda maksimal yang diatur dalam Pasal 47 tersebut dihapus lho, Sobat YukLegal! Dalam Pasal 118 Undang-Undang Cipta kerja, hanya ada ketentuan denda minimal untuk pelanggaran-pelanggaran dari pasal-pasal yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999. Sehingga, pelaku usaha dapat dikenakan denda sebesar mungkin secara proporsional. 

Menurut Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Afif Hasbullah, ketiadaan denda maksimal memungkinkan pelaku usaha untuk dikenakan denda sesuai dengan persentase laba perusahaan tahun berjalan atau keuntungan perusahaan, seperti layaknya best practices yang terdapat berlaku di negara-negara lain. 

Dalam PP No. 44 tahun 2021, lebih tepatnya Pasal 12, diketahui bahwa besaran denda administratif ditentukan sebagai berikut:

  1. ​​ Paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari keuntungan bersih yang diperoleh Pelaku Usaha pada Pasar Bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang; atau
  2. Paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari total penjualan pada Pasar Bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang.

4. Peniadaan Sanksi Pidana Tambahan

Pidana pokok dalam UU No. 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 49 bahwa terhadap pelaku usaha yang dikenai sanksi pidana pokok dikenakan sanksi pidana tambahan sebagai berikut:

  1. Pencabutan izin usaha; atau
  2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
  3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain. 

Namun, dalam ketentuan baru di UU Cipta Kerja, ketentuan mengenai pidana tambahan ini dihapus. 

Demikian penjelasan singkat mengenai perubahan terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat setelah adanya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Jika Sobat YukLegal mempunyai keinginan untuk memulai usaha serta mengurus perizinannya, YukLegal solusinya! 

 

Sumber:

Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Andi Fahmi Lubis, 2009, et al. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks & Konteks. Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 

Fransisca Christy Rosana. “Denda Maksimal Pelanggar Persaaingan Usaha Dihapus, Ini Kata KPPU”. Diakses melalui https://bisnis.tempo.co/read/1402326/denda-maksimal-pelanggar-persaingan-usaha-dihapus-di-omnibus-law-ini-kata-kppu/full&view=ok pada 27 Oktober 2021.

Editor: Siti Faridah, S.H.

Facebook
Telegram
Twitter
WhatsApp

Layanan Kami

Corporate

Pendirian Perusahaan
Penutupan Perusahaan
Perizinan Usaha

Layanan Pajak

Layanan Perpajakan dan Pembukuan

Perizinan Khusus

Perizinan Perusahaan
Perizinan Khusus

HAKI

Layanan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Foreign Service

Professional services to set up companies and to own business permits in Indonesia

Pembuatan dan Peninjauan Perjanjian

Pembuatan dan Peninjauan segala macam bentuk perjanjian

Layanan Hukum

Konsultasi Hukum
Legal Opinion
Penyelesaian Sengketa

Properti

Layanan Legalitas Properti Anda

Penerjemah dokumen

Sworn Translator
Non Sworn Translator

Digital Marketing

Pembuatan Website
Pendaftaran Domain