Oleh: Chaira Machmudya Salsabila, S.H.
Halo, Sobat YukLegal! Di kesempatan kali ini, penulis akan membahas beberapa aspek hukum perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam segala bentuk transaksi jual beli barang dan jasa, tidak terkecuali transaksi yang terdapat di dalam salon kecantikan.
Maka dari itu, sangat penting bagi Sobat YukLegal, khususnya yang berminat untuk membuka usaha salon kecantikan, untuk mengetahui tanggung jawab dan kewajiban yang akan dihadapi ketika membuka usaha tersebut.
Perlindungan konsumen secara umum diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang ini pada dasarnya dibuat untuk meningkatkan posisi tawar serta harkat dan martabat konsumen dalam transaksi jual beli di hadapan pelaku usaha.
Selain itu, Undang-Undang ini juga menyebutkan kesejahteraan masyarakat dengan cara peningkatan mutu barang dan jasa di pasaran sebagai alasan diundangkannya Undang-Undang tersebut.
Menurut Pasal 4 dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terdapat beberapa hak konsumen yang wajib dipenuhi, yaitu:
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapatnya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut;
- Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang tidak diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
Lantas, sebagai pelaku usaha salon, hal apa saja yang wajib dipersiapkan agar hak-hak konsumen tersebut diatas dapat dipenuhi?
Produk-produk yang dijual dan digunakan dalam bisnis salon kecantikan sangat erat kaitannya dengan kondisi kesehatan anggota tubuh. Maka dari itu, sangat penting untuk menyeleksi produk-produk kecantikan dan bahan-bahan kosmetik lainnya yang telah mendapatkan sertifikasi-sertifikasi yang dibutuhkan.
Yang paling penting adalah sertifikasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Peran BPOM dalam pengujian dan sertifikasi produk-produk kecantikan diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Menurut Undang-Undang ini, tepatnya dalam Pasal 98 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
Sanksi pihak-pihak yang menjual produk yang tidak memenuhi standar-standar yang ditentukan oleh BPOM juga diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Apabila sebuah usaha salon menjual atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu, maka pelaku usaha dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Adapun standarisasi produk kosmetik dan kecantikan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika, sebagaimana diubah oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010. Menurut peraturan tersebut, industri kosmetika tidak diperbolehkan membuat kosmetika dengan menggunakan bahan kosmetika yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain sertifikasi terkait produk yang akan digunakan, ada pula perlunya bagi pelaku usaha salon kecantikan untuk mengurus perizinan pendirian salon kecantikan itu sendiri. Ini agar konsumen dapat terlindungi dari tanggung jawab kepada pihak ketiga, terutama jika ternyata salon yang dikunjunginya tidak memiliki izin yang dibutuhkan. Selain itu, konsumen akan lebih mendapat rasa aman apabila mengetahui bahwa salon yang dikunjunginya telah memenuhi perizinan dan memenuhi standar yang diperlukan.
Perizinan pendirian salon kecantikan dapat diurus pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu masing-masing daerah. Beberapa dokumen yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan tersebut termasuk formulir permohonan, Surat Izin Praktik Ahli Kecantikan, Surat Keterangan Berbadan Sehat yang dikeluarkan oleh dokter untuk semua karyawan salon, serta rekomendasi dari instansi terkait.
Adapun persyaratan tambahan bagi salon kecantikan yang hendak menggunakan tenaga medis dalam kegiatan usahanya, yaitu surat pengantar dari organisasi profesi dokter (IDI/PDGI) serta surat pengantar dari persatuan dokter spesialis (bila menggunakan jasa dokter spesialis).
Demikian penjelasan penulis mengenai kewajiban pelaku usaha salon kecantikan dalam perspektif hukum perlindungan konsumen. Khusus bagi Sobat YukLegal, ada penawaran paket menarik lho bagi Anda yang berminat mendirikan dan mengurus perizinan usaha salon kecantikan. Yuk, kunjungi YukLegal sekarang juga!
Sumber:
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010.
Dinas PM & PTSP Kota Bima. “Izin Usaha Salon Kecantikan”. https://sipp.menpan.go.id/pelayanan-publik/nusa-tenggara-barat/kota-bima/18izin-usaha-salon-kecantikan. Diakses 2 November 2021.
Editor: Siti Faridah, S.H.