Oleh: Ayu Putri Rainah Petung Banjaransari
Halo, Sobat YukLegal!
Kami YukLegal kembali lagi nih untuk membahas informasi hukum yang menarik dan ter-update!
Kali ini kita akan membahas tentang pemboncengan reputasi merek ya Sobat!
Apa itu Merek?
Merek merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual. Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Merek digunakan sebagai:
- Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya;
- Alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut Mereknya;
- Jaminan atas mutu barangnya;
- Penunjuk asal barang/jasa dihasilkan.
Baca Juga: Jenis Merek dan Contohnya.
Pemboncengan Reputasi Merek
Pemboncengan reputasi atau passing off adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mengarah pada persaingan usaha secara tidak sehat atau pelanggaran di bidang hak atas kekayaan intelektual terhadap sebuah merek yang sudah dahulu ada atau lebih terkenal.
Kompetisi antar pelaku usaha hingga kini tidak lagi dapat dipungkiri. Untuk bisa bersaing dengan para pesaingnya, pelaku usaha harus meningkatkan nilai produk yang diproduksi atau dijualnya. Sayangnya, tidak semua usaha yang dilakukan pelaku usaha dapat dibenarkan dari sisi hukum. Contoh fenomenanya dapat kita jumpai pada teh boba dengan merek Xiboba versus Xie Xie Boba, yang mana nama dan pengucapan merek hampir sama.
Pemboncengan reputasi terhadap merek menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan nilai perusahaan secara otomatis. Belum ada peraturan yang mengatur secara khusus mengenai pemboncengan merek di Indonesia karena eksistensinya berada di negara dengan sistem hukum Common Law, sedangkan Indonesia menggunakan sistem hukum Civil Law.
Kerugian yang diterima pelaku usaha dari perbuatan pemboncengan merek belum bisa sepenuhnya dilindungi dengan instrumen hukum yang ada. Hal ini seperti kasus beberapa tahun belakangan ini, pemboncengan merek merugikan pelaku usaha dengan reputasi merek terkenal justru terhalangi untuk mendapatkan haknya dikarenakan prinsip first-to-file pada hak merek.
Kasus Pierre Cardin desainer asal Perancis dengan Pierre Cardin Indonesia bisa dijadikan contoh dari kasus passing off di Indonesia. Majelis hakim menolak gugatan Pierre Cardin Perancis dengan pertimbangan bahwa Pierre Cardin lokal sudah dahulu mendaftarkan mereknya terlebih dahulu pada 29 Juli 1977.
Tergugat juga memiliki pembeda dengan selalu mencantumkan kata-kata ‘Product by PT Gudang Rejeki’, sehingga menguatkan dasar pemikiran bahwa merek tersebut tidak menggunakan ketenaran dari merek lain. Seperti yang diketahui bahwa merek Pierre Cardin ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat sebagai merek terkenal milik seorang desainer asal Perancis.
Baca juga: Mereknya Digunakan, Pierre Cardin Gugat Pengusaha Indonesia.
Payung Hukum Merek dari Passing Off di Indonesia
Passing off diatur dalam Pasal 21 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang mana permohonan merek ditolak jika memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
- Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
- Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
- Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
- Indikasi Geografis terdaftar.
- Permohonan ditolak jika Merek tersebut:
- merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
- merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau
- merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Di samping itu, permohonan ditolak kalau diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik. Oleh sebab itu, permohonan pendaftaran merek dapat ditolak apabila terdapat persamaan dengan merek lain dan adanya unsur beritikad tidak baik dari si pemohon.
Pemilik merek yang terdaftar dapat mengajukan gugatan yang berdasarkan Pasal 83 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pemilik merek terdaftar dan/atau pemegang lisensi merek terdaftar dapat menggugat pihak lain yang menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya secara tanpa hak dengan syarat barang dan/atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Baca juga: Alasan Penting Perlindungan Kekayaan Intelektual.
Sekian pembahasan tentang “Mengenal Pemboncengan Reputasi (Passing Off) Merek”. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat ya Sobat YukLegal ! Kalo Sobat YukLegal ingin bertanya lebih tentang kekayaan intelektual atau berkonsultasi hukum, yuk segera menghubungi kami di YukLegal ya!
Nantikan artikel menarik lainnya di YukLegal.com!
Sumber:
Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Wijaya K. dan Neltje J. 2020. Perlindungan Hukum Merek Terkenal (Kasus Sengketa Merek Pierre Cardin Perancis vs Indonesia). Era Hukum – Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 18(1): 196-198.
Sumber Gambar:
pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.