Oleh: Dian Dwi Kusuma astuti, S.H.
“Tanah ditelantarkan kalau dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadannya atau sifat dan tujuan daripada haknya.”
— Pasal 27 Undang-undang Pokok Agraria.
Setiap orang memerlukan tanah untuk kehidupan mereka karena tanah memiliki fungsi yang
begitu strategis. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (“UUPA”) terdapat (3) tiga pasal yang mengatur mengenai hapusnya hak atas tanah dengan alasan tanah ditelantarkan. Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 27 tentang hapusnya Hak Milik, Pasal 34 tentang hapusnya Hak Guna Usaha, dan Pasal 40 tentang hapusnya Hak Guna Bangunan.
Peraturan mengenai penertiban tanah yang ditelantarkan pada awalnya diatur melalui Peratutan Pemerintah No. 36 tahun 1998 yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerntah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah Negara yang dilakukan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar yaitu tanah negara bebas “ vrij landsdomein” yang artinya tanah negara tersebut benar- benar bebas serta belum ada atau belum pernah dilekati oleh sesuatu hak apapun. Pengertian hak disini harus diartikan hukum yuridis yang diatur dalam ketentuan hukum barat (BW).
Upaya Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
Penertiban tanah terlantar adalah proses penataan kembali tanah terlantar agar dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan Negara. Objek tanah terlantar meliputi bidang tanah yang sudah diberikan oleh negara kepada pemegang hak berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan yang tidak dipergunakan/tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberiannya.
1. Identifikasi dan Penelitian
Kanwil BPN Provinsi menyiapkan data tanah yang terindikasi terlantar selanjutnya Panitia (unsur BPN serta instansi terkait) melaksanakan identifikasi dan penelitian atas objek tersebut. Identifikasi dan penelitian tersebut dilaksanakan terhitung tiga tahun sejak diterbitkannya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan hasil penelitian panitia tersebut disampaikan kepada Kepala Kanwil BPN Provinsi.
2. Penetapan Tanah Terlantar
Kepala BPN selanjutnya menetapkan tanah tersebut sebagai tanah terlantar, dalam penetapannya Kepala BPN juga menetapkan hapusnya hak atas tanah tersebut dan memutuskan hukum antara tanah dengan pemegang hak. Tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar dalam waktu 1 (satu) bulan wajib dikosongkan oleh bekas pemegang hak dari benda-benda diatasnya dengan biaya sendiri.
3. Pendayagunaan
Objek tanah yang telah dilakukan penetapan sebagai tanah terlantar oleh Kepala BPN Proovinsi kemudian akan didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara meelalui reforma agraria. Reforma agraria merupakan kebijakan penelantaran tanah yang mencangkup penataan sistem politik dan hukum pertanahan serta penataan aset masyarakat terhadap tanah sesuai dengan Pasal 2 Tap.MPR RI No: IX/MPR/2001 dan Pasal 10 UUPA.
Tanah terlantar yang statusnya sudah menjadi tanah milik negara, untuk pendayagunaannya mengikuti ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No. 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar yang pada intinya menegaskan peruntukan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar yang didayagunakan untuk kepentingan masayarakat dan negara. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Demikian pembahasan mengenai Jual Beli Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar kali ini, bagi sobat YukLegal yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai properti bisa konsultasikan dengan menghubungi tim YukLegal, nantikan artikel menarik selanjutnya!
Sumber:
Wahyu Kuncoro, 2015, 97 Risiko Transaksi Jual Beli Properti, Jakarta: Raih Asa Sukses.
Amir Mangasi, 2017, Tanah Negara, Tanah Terlantar, dan Penertibannya, Univeristas Pembangunan Masyarakat Indonesia, Jurnal Mercatoria Vol. 10 No.1
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.