Oleh: Bambang Sukoco, S.H.
Masuknya pandemi Covid-19 di Indonesia telah membuat pemerintah untuk memberlakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Berbagai kebijakan dibuat untuk mengurangi kerumunan maupun interaksi banyak orang. Akibat kebijakan ini masyarakat dianjurkan bekerja dari rumah atau work from home.
Menyikapi hal tersebut, saat ini sudah ada konsep kantor virtual (virtual office) sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan kebutuhan perkantoran.
Kantor virtual merupakan kantor dimana penyewa hanya memiliki alamat dari kantor tersebut tanpa memiliki ruangan secara fisik.
Keuntungan menggunakan kantor virtual di masa pandemi antara lain menghemat biaya fasilitas dan peralatan kantor serta mendapatkan sambungan komunikasi dan koneksi internet.
Banyak pengusaha yang kurang bisa memaksimalkan gagasan karena keterbatasan waktu dan tempat. apalagi bisnis yang berada di tengah kota besar seperti Jakarta yang menjadi kota urban terpadat. Hal ini diminimalkan dengan keberadaan beberapa virtual office di Jakarta, seperti kantor virtual GreenHub dan kantor virtual office.
Dalam aspek perpajakan, sewa kantor virtual adalah objek pajak atas sewa sehubungan penggunaan harta, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat 1 huruf c dan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Untuk lebih jelasnya, yuk ikuti terus!!
Kantor Virtual
Menurut Habib dan Cornford (2014) kantor virtual adalah tempat ruang kerja maya dimana secara geografis terpisah dari ruang kerja utamanya, namun terhubung lewat teknologi telekomunikasi maya.
Hal ini bermakna bahwa konsep kantor yang tidak memiliki wujud fisik dimana kegiatan berkantor dilakukan dan terhubung lewat teknologi informasi dunia maya
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, menjelaskan:
Kantor virtual (virtual office) atau kantor bersama (co-working space), yang selanjutnya disebut kantor virtual, adalah suatu kantor yang memiliki ruangan fisik dan dilengkapi dengan layanan pendukung kantor yang disediakan oleh pengelola kantor virtual untuk dapat digunakan sebagai:
- Tempat kedudukan,
- Tempat kegiatan usaha, atau
- Korespondensi secara bersama-sama oleh 2 (dua) atau lebih pengusaha yang atas pemanfaatan kantor dimaksud terdapat pembayaran dalam bentuk apapun, tidak termasuk jasa persewaan gedung dan jasa persewaan kantor (serviced office).
Baca Juga: Pentingnya Kuasa Hukum Pajak Di Indonesia.
Pengenaan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memiliki Kantor Virtual
Dasar hukum penggunaan kantor virtual diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Subjek pajak dalam kantor virtual adalah wajib badan yang menggunakan layanan virtual office, sedangkan objek pajak virtual office adalah penghasilan yang diperoleh wajib pajak atas pemanfaatan alamat kantor, penerimaan dokumen, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu.
Tarif Pajak Kantor Virtual
Objek atas jasa sewa kantor virtual adalah alamat kegiatan usaha. Pada praktiknya terdapat perbedaan pengenaan pajak penghasilan atas jasa sewa kantor virtual.
Jasa sewa kantor virtual ada yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2, namun jasa sewa kantor virtual juga dapat diartikan sebagai bagian dari jasa manajemen sehingga dikenakan PPh Pasal 23, berikut penjelasannya:
PPh Final Pasal 4 ayat 2
Dikenakan atas dasar jasa persewaan dengan konsep kantor service dan kantor bersama. Pajak ini berlaku untuk penghasilan atas sewa virtual office dengan tarif pajak 10% dari jumlah bruto nilai sewa yang termasuk dalam biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan, dan lain-lain.
Contohnya apabila pemilik gedung orang pribadi atau badan, maka orang pribadi atau badan pemilik gedung wajib menyetorkan kewajiban PPH final Pasal 4 ayat 2 setiap tanggal 15 bulan berikutnya apabila sewa dilakukan setiap bulannya, kemudian penyewa atau pihak yang ditunjuk memotong PPh Final Pasal 4 ayat 2 dan memberikan bukti potong kepada pemilik gedung.
Baca Juga: Lapor SPT Tahunan: Cara Pelaporan Menggunakan E-Filling.
PPh Pasal 23
Dikenakan atas kantor virtual yang hanya menyewa alamat atau hanya penyewaan server ataupun bandwidth, tanpa adanya ruang kerja yang ditempati.
Jenis ini dapat dikategorikan sebagai sewa sehubungan dengan penggunaan harta. Tarif yang dikenakan sebesar 2%.
Contohnya apabila pemilik gedung adalah orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong atau badan membayar jasa manajemen kepada pihak ketiga terlebih dahulu dilakukan pemotongan PPh pasal 23 dan bukti potong diberikan kepada pemberi jasa manajemen sebagai bukti potong.
Itulah penjelasan singkat mengenai “Kenali Perpajakan Atas Jasa Sewa Kantor Virtual di Indonesia” untuk mengetahui lebih lanjut mengenai isu hukum terbaru, keep up to date di YukLegal ya! kalian juga bisa mengkonsultasikan masalah hukum kalian dengan mengakses laman YukLegal.
Sumber:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Habib, L. & Cornford, T. (2014). The virtual office and family life. London: Department of Information Systems, London School of Economic, 1.
Muhammad Pranasa Aranta Syaiful Dinar, “Analisis Aspek Perpajakan Atas Jasa Sewa Kantor Virtual”. Direktorat Jenderal Pajak. Jurnal Kajian Ilmiah Perpajakan Indonesia.
Liputan6.com, “Peran Kantor Virtual Selama Pandemi Covid-19”, diakses pada laman, https://www.liputan6.com/tekno/read/4299027/peran-kantor-virtual-selama-pandemi-covid-19. Diakses pada tanggal 1 April 2022.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.