Oleh: Rafi Rahmat Ghozali
Halo Sobat YukLegal!
Apakah kamu pernah mendengar istilah bentuk usaha yang biasa disebut dengan Firma atau CV? atau saat ini kamu sedang berencana untuk mendirikan sebuah Firma atau CV?
Tahukah kamu dalam melakukan pendirian bentuk usaha berbentuk Firma atau CV, ternyata terdapat ketentuan yang mendasari pendirian kedua bentuk usaha tersebut yang dikenal dengan Persekutuan Perdata.
Yuk kita bahas lebih lanjut mengenai apa yang disebut sebagai Persekutuan Perdata? Bagaimana aspek internal dan eksternal yang terkandung di dalamnya serta bagaimana syarat-syarat pendiriannya Persekutuan Perdata?
Karakteristik Persekutuan Perdata menurut Undang-Undang
Pengertian dari Persekutuan Perdata menurut Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) adalah perjanjian antara dua orang atau lebih, yang saling mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan atau manfaat yang terjadi karena tindakan yang dilakukan di dalam Persekutuan Perdata.
Berdasarkan pengertian yang dijelaskan menurut Undang-Undang, dapat diketahui bahwa pengertian Persekutuan Perdata dikenal menjadi tiga unsur. Unsur pertama adalah adanya unsur kontrak yang sebagai karakteristik dari Persekutuan Perdata. Pengertian dari kontrak sendiri adalah adanya persetujuan di antara pihak-pihak yang mengikatkan diri serta tunduk pada pengertian Pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu; dan
- Suatu sebab yang halal.
Sehingga mengaitkan dengan unsur pertama dalam mendirikan Persekutuan Perdata, maka harus memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam mencapai kesepakatan yang nantinya bersifat kontrak dalam mendirikan Persekutuan Perdata diantara para pihak.
Unsur kedua dalam pengertian Persekutuan Perdata termaktub di dalam Pasal 1619 KUHPerdata yaitu memberikan atau memasukkan sesuatu berupa uang, barang, tenaga, kemampuan atau pengetahuan. Jika berbicara mengenai memasukkan kontribusi, pemasukan melalui uang relatif mudah karena dapat disepakati melalui jumlah yang jelas.
Berbicara mengenai kontribusi berupa barang, harus ditentukan terlebih dahulu mengenai pengalihan barang yang akan diberikan kepada Persekutuan Perdata, apakah berupa kepemilikan atau pemakaiannya saja.
Apabila yang dialihkan adalah kepemilikan dari suatu barang, maka barang tersebut sudah menjadi hak milik bersama di dalam Persekutuan Perdata. Lain halnya apabila hanya memberikan kontribusi barang berupa pemakaian, maka Persekutuan Perdata hanya menjamin pemakaian barang tersebut akan digunakan untuk kepentingan Persekutuan Perdata dan tidak menjamin atas kerusakan yang dapat terjadi terhadap barang tersebut.
Dalam hal ada seorang sekutu di dalam Persekutuan Perdata yang memasukkan kontribusi selain uang dan barang seperti tenaga atau pengetahuan, maka di dalam perjanjian harus dijelaskan sedemikian rupa mengenai nilai dari kontribusi tersebut.
Apabila tidak diatur di dalam perjanjian, maka berlakulah Pasal 1633 ayat (2) KUHPerdata yang menjelaskan apabila dalam perjanjian Persekutuan Perdata tidak ditetapkan bagian masing-masing peserta dari keuntungan dan kerugian, bagiannya dalam keuntungan harus dihitung sama banyak dengan bagian sekutu yang memasukkan uang atau barang paling sedikit di dalam Persekutuan Perdata. Unsur kontribusi ini bersifat mutlak, sehingga tidak ada sekutu di dalam Persekutuan Perdata yang tidak memberikan kontribusinya.
Unsur ketiga atau terakhir dalam membahas pengertian Persekutuan Perdata adalah tujuan dalam membentuk Persekutuan Perdata untuk membagi keuntungan. Sehingga di dalam Persekutuan Perdata tidak boleh adanya kesepakatan untuk memberikan atau membagi keuntungan ke salah seorang sekutu saja.
Dalam hal Persekutuan Perdata memperoleh keuntungan, maka semua sekutu dapat ikut menikmati keuntungan yang lahir akibat dari tindakan oleh Persekutuan Perdata sesuai dengan ketentuan yang diatur melalui Pasal 1633 ayat (1) KUHPerdata yang menetapkan bahwa pembagian keuntungan berdasarkan perimbangan atau porsi kontribusi dari masing-masing sekutu di dalam Persekutuan Perdata.
Pertanggungjawaban Sekutu Dalam Persekutuan Perdata
Para sekutu di dalam Persekutuan Perdata tidaklah bertanggungjawab untuk sepenuhnya bagi utang-utang Persekutuan Perdata dan masing-masing sekutu tidak dapat mengikatkan sekutu-sekutu lainnya. Ketentuan ini mengandung arti bahwa setiap sekutu hanya bertindak untuk mewakili dirinya sendiri. Artinya sekutu tidak mempunyai hak untuk melakukan tindakan hukum yang mewakili Persekutuan Perdata.
Lain halnya apabila terpenuhinya ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 1642 KUHPerdata yaitu apabila salah seorang sekutu diberikan kuasa tertentu untuk membuat perjanjian atas nama persekutuan kepada pihak ketiga atau telah menggunakan manfaat yang lahir dari adanya perjanjian tersebut, maka dalam hal ini sekutu lainnya terikat dengan segala hak dan kewajiban yang lahir dari perjanjian dengan pihak ketiga tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan mengenai pertanggungjawaban di dalam Persekutuan Perdata, harus diberikan kuasa terlebih dahulu oleh para sekutu lainnya untuk mengikatkan Persekutuan Perdata terhadap perjanjian yang telah disepakati dengan pihak ketiga.
Pendirian Persekutuan Perdata menurut Undang-Undang
Sobat YukLegal, dalam membahas mengenai pendirian Persekutuan Perdata hal ini merujuk pada Pasal 1624 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu Persekutuan Perdata mulai terbentuk dan berlaku sejak terjadinya suatu kesepakatan atau persetujuan dari para pihak yang bersangkutan.
Mengenai hal ini, pakar hukum yang bernama Soekardono memberikan pendapat bahwa dalam mendirikan Persekutuan Perdata cukup dilakukan kesepakatan secara lisan tanpa perlu adanya persetujuan secara tertulis. Artinya pendirian Persekutuan Perdata bersifat konsensual atau lahir ketika lahir kata “sepakat” diantara para pihak yang bersangkutan dengan memenuhi ketentuan yang terkandung di dalam Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah perjanjian yang telah dibahas di bagian terdahulu.
Meskipun terhadap bentuk persekutuan selanjutnya yaitu Persekutuan Perdata yang berbentuk Firma atau CV tetap memerlukan dokumen-dokumen tertulis sebagai syarat pendirian dari kedua bentuk persekutuan tersebut yang diatur lebih lanjut melalui Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”) sebagai lanjutan dari Persekutuan Perdata.
Dengan demikian hal yang dapat disimpulkan serta dijadikan pemahaman, terdapat beberapa karakteristik dari Persekutuan Perdata diantaranya adalah bersifat kontrak, masing-masing sekutu wajib memberikan kontribusi, dan memperoleh keuntungan. Mengenai pendiriannya pun juga cukup melalui kesepakatan dari para pihak yang bersangkutan, sudah melahirkan sebuah Persekutuan Perdata.
Untuk mengetahui informasi-informasi penting lainnya mengenai pendirian perusahaan, Sobat YukLegal bisa menghubungi kami di YukLegal.com.
Sobat YukLegal juga bisa menunjukan apresiasi kepada penulis artikel ini dengan menggunakan kode referensi: RAFI11 untuk berkonsultasi dengan konsultan hukum terbaik di Indonesia! Tunggu apalagi? Yuk, konsultasikan masalahmu sekarang juga!
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti. Jakarta: Balai Pustaka,1957.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. R. Subekti. Jakarta: Balai Pustaka,1959.
Sardjono, Agus. et al. Pengantar Hukum Dagang. Ed.1. Cet. 5. Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2019.
Editor: Siti Faridah, S.H.