fbpx

Prosedur Pengajuan Kepailitan di Pengadilan Niaga

Prosedur Pengajuan Kepailitan di Pengadilan Niaga

Oleh: Fatimatul Uluwiyah, S.H.

Halo sobat YukLegal

Istilah kepailitan dalam dunia bisnis sudah tidak asing lagi ditelinga kita, kepailitan ini terjadi akibat adanya fenomena dimana debitur tidak dapat membayar hutangnya kepada para kreditur saat sudah jatuh waktu tempo untuk membayarnya. 

Sebelum perusahaan mendapat status pailit dari Pengadilan Niaga, terdapat prosedur yang harus dilakukan. Berikut penjelasan singkat seputar Pengadilan Niaga.

Pengadilan Niaga

Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 27 menyebutkan bahwasanya terdapat Pengadilan khusus dalam sistem peradilan di Indonesia yang berfokus pada penanganan perkara berkaitan dengan  pembuktian, verifikasi utang, actio pauliana, penundaan utang, Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan sengketa Kepailitan yaitu Pengadilan Niaga. 

Pengadilan Niaga ini sebagai alternatif penyelesaian sengketa diluar badan arbitrase menggunakan Hukum Acara Herziene Indonesisch Reglement/ Rechtsreglement Buitengewesten (HIR/RBG) dalam proses pemeriksaannya.

Pengadilan Niaga di Indonesia memiliki kedudukan yang terbatas dan hanya ada 5 di Indonesia dan hanya terdapat di Kota besar saja, sepeti Medan, Jakarta, Makassar, Semarang, dan Surabaya. Hal ini dikarenakan dalam Pengadilan Niaga ini menggunakan sistem penanganan wilayah secara regional. 

Dalam Pengadilan Niaga tidak dikenal upaya hukum berupa Banding, namun langsung kepada upaya hukum Kasasi.

Namun, dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terdapat upaya hukum tambahan yang bisa dilakukan dalam Pengadilan Niaga, yaitu upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan dengan dasar: 

  1. Ditemukannya bukti baru setelah putusan diucapkan oleh Hakim;
  2. Ditemukan kekeliruan nyata dalam putusan Hakim atau Hakim melakukan pelanggaran berat atas penerapan Hukum.

Baca Juga: Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Prosedur Pengajuan Kepailitan Pada Pengadilan Niaga

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang secara implisit menyebutkan terdapat  prosedur permohonan yang diajukan dalam Pengadilan Niaga untuk mendapat status Pailit.

Prosedur permohonan pengajuan Pailit dalam Pengadilan Niaga yaitu:

  1. Permohonan pernyataan Pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera (Pasal 6 ayat 2);
  2. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan, pengadilan menetapkan hari sidang (Pasal 6 ayat 4-5);
  3. Sidang pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (Pasal 6);
  4. Atas permohonan Debitor dan berdasarkan alasan yang cukup setelah diumumkannya  penetapan hari sidang Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (Pasal 6 ayat 7);
  5. Pengadilan wajib memanggil Debitor jika permohonan pailit diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan (Pasal 8);
  6. Pengadilan dapat memanggil Kreditur jika pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan pailit telah terpenuhi (Pasal 8);
  7. Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lama 7 hari sebelum persidangan pertama diselenggarakan (Pasal 8 ayat 2);
  8. Putusan Pengadilan atas permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta terbukti bahwa persyaratan pailit telah terpenuhi dan putusan tersebut harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah didaftarkan (Pasal 8);
  9. Putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut harus memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut berikut pendapat dari Majelis Hakim dan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sekalipun terhadap putusan tersebut ada upaya hukum (Pasal 8 ayat 7).

Pengajuan permohonan pailit dalam Pengadilan Niaga ini harus diajukan oleh seorang Advokat sesuai aturan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kecuali dalam hal permohonan diajukan oleh Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri keuangan. 

Proses pengajuan kepailitan memiliki rentang waktu yang terhitung sangat singkat yaitu tidak lebih dari 60 hari, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak menentukan pemberian sanksi apabila proses pengajuan kepailitan lebih lama jangka waktunya dari yang ditetapkan.

Baca juga: Pailit: Yuk Lebih Jauh Pahami tentang Perusahaan Pailit.

Sedangkan untuk prosedur upaya hukum setelah putusan Pengadilan Niaga dijatuhkan diatur dalam Pasal 11 – 14 yaitu upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, yang diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah putusan dari Pengadilan Niaga diucapkan (Pasal 11 ayat 2), kemudian Mahkamah Agung menetapkan hari sidang paling lambat 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi diterima (Pasal 13 ayat 1), sidang permohonan kasasi dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal diterimanya permohonan kasasi (Pasal 13 ayat 2). 

Dalam upaya hukum kasasi ini harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (Pasal 13 ayat 3), untuk itu waktu yang diperlukan sama singkatnya dengan proses hukum dalam Pengadilan Niaga.

Semoga dari uraian diatas dapat memberi manfaat bagi sobat YukLegal. Apabila ada pertanyaan atau membutuhkan informasi seputar penutupan perusahaan, hukum bisnis, dan lainnya,dapat segera menghubungi kami di Kontak – Yuk Legal!

Sumber:

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Shintia A. G. Gijoh, “Tinjauan Hukum Terhadap Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Dalam Pengajuan Kepailitan Pada Perseroan Terbatas”, Lex Et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep /2015, Hlm. 45-53.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Facebook
Telegram
Twitter
WhatsApp

Layanan Kami

Corporate

Pendirian Perusahaan
Penutupan Perusahaan
Perizinan Usaha

Layanan Pajak

Layanan Perpajakan dan Pembukuan

Perizinan Khusus

Perizinan Perusahaan
Perizinan Khusus

HAKI

Layanan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Foreign Service

Professional services to set up companies and to own business permits in Indonesia

Pembuatan dan Peninjauan Perjanjian

Pembuatan dan Peninjauan segala macam bentuk perjanjian

Layanan Hukum

Konsultasi Hukum
Legal Opinion
Penyelesaian Sengketa

Properti

Layanan Legalitas Properti Anda

Penerjemah dokumen

Sworn Translator
Non Sworn Translator

Digital Marketing

Pembuatan Website
Pendaftaran Domain