Oleh: Anies Mahanani, S.H
Halo Sobat YukLegal!
Kenakalan anak sudah tidak bisa dipandang lagi sebagai kenakalan biasa, anak-anak banyak melakukan perbuatan yang tergolong tindak pidana.
Namun demikian, anak yang melakukan tindak pidana dan perbuatan yang dilarang oleh hukum, harus ditafsirkan sebagai ketidakmampuan akal (pikiran), fisik (badan) atau moral dan mentalitas yang ada pada diri anak yang ditentukan oleh nilai kodrat.
Lalu, bagaimana jika Anak melakukan suatu tindak pidana? Untuk lebih jelasnya, yukkk simak Artikel berikut ini!
Pengertian Diversi
Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud anak dalam UU ini adalah anak yang berkonflik dengan hukum yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Maka, sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.
Baca Juga: Restorative Justice Dalam Menyelesaikan Tindak Pidana Ringan.
Salah satu cara untuk mencapai keadilan tersebut melalui diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, hal ini tertuang dalam Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berdasarkan pengertian tersebut, regulasi yang dibentuk bermaksud menyelesaikan perkara anak yang berhadapan dengan hukum untuk tidak diselesaikan dengan tahapan pengadilan pada umumnya namun dengan mekanisme lain (diluar pengadilan).
Hal ini dilakukan karena tindakan pidana yang dilakukan oleh anak tidak serta merta mutlak kesalahan pada anak, karena anak dianggap belum cakap untuk melakukan tindakan hukum serta kemampuan anak di dalam bertanggung jawab akan hak dan kewajibannya.
Tujuan Diversi
Penerapan diversi dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif dari keterlibatan anak dalam proses peradilan pidana. Tujuan dari Diversi itu sendiri diatur pada Pasal 6 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang bertujuan untuk:
- Mencapai perdamaian antara korban dan anak;
- Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan;
- Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;
- Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
- Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Baca Juga: Kekuatan Hukum Perjanjian Nominee.
Pengaturan Perlindungan Hukum terhadap Anak
Perlindungan terhadap hak anak oleh dunia internasional tertuang dalam:
- 1959 UN General Assembly Declaration on the Rights of the Child;
- 1966 International Covenant on Civil and Rights of the Child;
- 1966 International Covenant on Economic, Social & Cultural Right;
- 1989 UN Convention on the Rights of the Child.
Konvensi Hak-Hak Anak adalah instrumen hukum dan HAM yang paling komprehensif untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak anak. Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) pada Tahun 1990 yang telah disetujui oleh Majelis Umum PBB pada 20 November 1989.
Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 37 Tahun 1990, kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pengaturan tersebut kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non-diskriminasi kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup yang menghargai dan tumbuh berkembang. Hadirnya perangkat peraturan tersebut telah merumuskan perlindungan terhadap hak-hak anak.
Hak-hak anak yang dimaksud yaitu hak hidup, hak atas nama, hak pendidikan, hak kesehatan dasar, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak berekspresi, berpikir, bermain, berkreasi, beristirahat, bergaul dan hak jaminan sosial.
Pelaksanaan Diversi
Dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, dijelaskan bahwa diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 (tahun) tetapi belum berumur 18 (tahun) atau telah berumur 12 (tahun) meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 (tahun).
Diversi dilakukan dengan peradilan berbasis musyawarah untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula (restitutio in integrum), dan bukan pembalasan.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014 diatur musyawarah diversi adalah musyawarah antara pihak yang melibatkan anak dan orang tua/wali, korban dan/atau orang tua/wali, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional, perwakilan dan pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk mencapai kesepakatan melalui pendekatan keadilan restoratif.
Fasilitator dalam proses diversi tersebut adalah hakim yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan untuk menangani perkara anak yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi dapat dilaksanakan jika tindak pidana yang dilakukan:
- Diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun,
- Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Adanya suatu sistem diversi diharapkan menjadikan suatu pembaharuan hukum dalam hal perkara anak. Pemidanaan yang dilakukan oleh anak terutama untuk kejahatan-kejahatan yang tidak termasuk kejahatan serius dapat dilakukan upaya win-win solution, yakni dengan cara mekanisme diversi.
Bentuk Hasil Diversi
Hasil kesepakatan dalam proses diversi diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak:
- Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
- Penyerahan kembali kepada orang tua/wali;
- Keikutsertaan dalam penyidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
- Pelayanan masyarakat.
Dalam Pasal 13 Huruf b Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam hal kesepakatan diversi tidak dilaksanakan maka proses peradilan pidana Anak.
Nahhh, gimana sobat YukLegal, sudah paham kan dengan proses Diversi? Untuk mengetahui penyelesaian hukum lainnya, sobat YukLegal bisa loh langsung menghubungi tim YukLegal untuk berkonsultasi! yuk baca artikel lain di YukLegal!
Sumber:
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Azwad Rachmat Hambali, 2019, “Penerapan Diversi terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol. 13, No. 1, dapat diakses pada: https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/kebijakan/article/view/568
Issha Harruma, 2022, “Diversi dalam Peradilan Pidana Anak: Pengertian, Syarat dan Tujuannya”, diakses pada: https://nasional.kompas.com/read/2022/05/25/01450081/diversi-dalam-peradilan-pidana-anak-pengertian-syarat-dan-tujuannya.
Sumber Gambar:
pixabay.com.
Editor: Bambang Sukoco, S.H.