Oleh: Siti Faridah, S.H.
“Untuk pertama kalinya sejak berdiri, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja”
– Mahkamah Konstitusi, 2021.
The Duhaime Legal Dictionary mendefinisikan omnibus law sebagai “a draft law before a legislature which contains more than one substantive matter, or several minor matters which have been combined into one bill, ostensibly for the sake of convenience”.
Senada dengan itu, Fachri Bachmid menyatakan bahwa omnibus law merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi untuk mengkonsolidasi berbagai tema, materi, subjek, dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk hukum besar dan holistik.
Mungkin kamu semuanya belakangan sudah familiar dengan istilah “omnibus law”. Tapi, tahukah kamu bagaimana konsep Undang-Undang Sapu Jagat ini?
Penasaran? Yuk simak ulasannya berikut ini!
Sistem Pembentukan Hukum Omnibus Law
Omnibus law atau biasa disebut juga Undang-Undang sapu jagat adalah Undang-Undang yang substansinya merevisi dan/atau mencabut banyak aturan hukum.
Konsep ini berkembang di negara-negara common law dengan sistem hukum anglo saxon seperti Amerika Serikat, Australia, Belgia, Inggris dan Kanada.
Meski di negara tersebut konsep omnibus law dikatakan berhasil dalam menyederhanakan peraturan. Namun, lain halnya di Indonesia. Diperlukan penyelarasan peraturan perundang-undangan yang mengakomodir konsep omnibus law dalam pembentukan produk hukum di Indonesia.
Jika berkaca dalam konteks negara di Indonesia, omnibus law yang pertama kalinya dibentuk dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dianggap masih belum matang dan memiliki banyak kelemahan.
Seperti yang diungkapkan Guru Besar dan Peneliti di Bidang Perikanan dan Kelautan di Universitas Halu Oleo, La Ode M. Aslan, menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja yang hadir saat ini masih sangat minim peran dari pemerintah maupun partisipasi publik.
Konsep Undang-Undang Sapu Jagat
Konsep omnibus law menawarkan pembenahan permasalahan yang disebabkan karena peraturan yang terlalu banyak (over regulasi) dan tumpang tindih (overlapping).
Bila permasalahan tersebut diselesaikan dengan cara biasa, maka akan memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi proses perancangan dan pembentukan peraturan perundang-undangan seringkali menimbulkan deadlock atau tidak sesuai kepentingan.
Sejatinya, konsep ini dapat menjadi solusi untuk menyederhanakan peraturan yang terlalu banyak, seperti yang dialami Indonesia saat ini.
Secara konsep, omnibus law secara konsep memang dianggap lebih efisien baik itu dari segi waktu maupun dari segi pembiayaan.
Dengan metode pembentukan hukum semacam ini, produk hukum yang dibuat menjadi lebih sederhana karena tidak ada lagi tumpang tindih aturan.
Undang-Undang Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat, dengan alasan Mahkamah hendak menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan.
Kemudian, Mahkamah mempertimbangkan harus menyeimbangkan antara syarat pembentukan undang-undang yang harus dipenuhi sebagai syarat formil guna mendapatkan undang-undang yang memenuhi unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Suhartoyo berpendapat memberlakukan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 yang telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat menimbulkan konsekuensi yuridis keberlakuan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020.
Sehingga Mahkamah memberikan kesempatan kepada pembentuk Undang-Undang yang memenuhi cara dan metode yang pasti, baku dan standar di dalam membentuk Undang-Undang Omnibus Law juga harus tunduk dengan keterpenuhan syarat asas-asas pembentukan Undang-Undang yang telah ditentukan.
Konstitusional bersyarat bermakna bahwa suatu ketentuan dinyatakan tetap berlaku selama jangka waktu tertentu hingga tercapainya suatu kondisi baru sebagaimana yang ditetapkan oleh MK dalam putusannya.
Sedangkan inkonstitusional bersyarat, bermakna bahwa suatu ketentuan dinyatakan tidak berlaku sejak putusan tersebut dibacakan hingga kondisi yang diharapkan sudah tercapai, atau akan menjadi konstitusional apabila syarat sebagaimana ditetapkan oleh MK dipenuhi.
Permohonan Uji Formil Undang-Undang Cipta Kerja
Di tengah pro kontra Undang-Undang Cipta Kerja, permohonan uji formil yang dilayangkan oleh 6 (enam) pemohon pada Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan untuk memastikan bahwa dalam proses pembentukan Undang-Undang tersebut sudah sesuai dengan prosedur hukum pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena, seperti yang diketahui, konsep pembentukan hukum omnibus law merupakan konsep yang berlaku di negara common law. Selain itu, diperlukan juga perubahan pedoman pembentukan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.
Prosedur pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja dianggap bertentangan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.
Sistem Pembentukan Hukum di Indonesia
Dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, apabila terjadi perubahan sistematika perubahan pembentukan perundang-undangan seperti menggunakan teknik omnibus law, maka wajib tunduk ketentuan pasal 64 ayat (3) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 yang mengatur mengenai perubahan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan wajib diatur dengan Peraturan presiden (“Perpres”).
Prosedur inilah yang dianggap sebagai sebuah bentuk pelanggaran Undang-Undang Cipta Kerja dalam menggunakan teknik perundang-undangan Omnibus Law.
Apabila pemerintah ingin membentuk produk hukum berkonsep “omnibus” dengan tujuan penyederhanaan aturan, maka sebaiknya dilakukan juga perubahan terhadap mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.
Selain itu, dalam pembentukan hukum juga diperlukan ketaatan proses juga tidak tergesa gesa serta melibatkan keterlibatan publik. Sehingga pembentukan hukum yang ingin dicapai mampu memenuhi tujuan hukum sebagaimana memenuhi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.
Itulah penjelasan singkat mengenai konsep “Pembentukan Hukum Omnibus Law di Indonesia”. Jika kamu penasaran dengan materi hukum lainnya, kamu bisa mengikuti lebih lanjut perkembangannya melalui Blog kami di https://yuklegal.com/. Selain itu, kamu juga bisa mengkonsultasikan permasalahan hukum kamu dengan konsultan terbaik kami hanya di YukLegal!
Sumber:
Bappenas dalam Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2019, Kajian Reformasi Regulasi di Indonesia: Pokok Permasalahan dan Strategi Penanganannya, Jakarta, PSHK, hlm. 54.
Louis Massicotte. 2013. Omnibus Bills in Theory and Practice. Canadian Parliamentary Review, hlm. 14.
Agnes Fitryantica. “Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui Konsep Omnibus Law”. Jurnal Gema Keadilan, Vol. 6, No. 3, Oktober-November 2019, hlm. 303.
Firman Freaddy Busroh, “Konseptualisasi Omnibus Law dalam Menyelesaikan Permasalahan Regulasi Pertanahan”, ARENA HUKUM, Vol. 10, No. 2, Agustus 2017, hlm. 241.
Sodikin, “Paradigma Undang-Undang dengan Konsep Omnibus Law Berkaitan dengan Norma Hukum yang Berlaku di Indonesia”, Jurnal Rechtsvinding, Vol. 09, No. 01, April 2020, hlm. 159.
Humas MKRI. 2021. “MK: Inkonstitusional Bersyarat, UU Cipta Kerja Harus Diperbaiki dalam Jangka Waktu Dua Tahun”. Diakses melalui laman https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17816 pada tanggal 16 Desember 2021.
Mahkamah Konstitusi. 2021. MK: Inkonstitusional Bersyarat, UU Cipta Kerja Harus Diperbaiki dalam Jangka Waktu Dua Tahun. Diakses melalui laman https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17816&menu=2 pada tanggal 4 Desember 2021.
The conversation. 2021. Inkonstitusional bersyarat’: putusan MK atas UU Cipta Kerja memunculkan tafsir ambigu, Diakses melalui laman https://theconversation.com/inkonstitusional-bersyarat-putusan-mk-atas-uu-cipta-kerja-memunculkan-tafsir-ambigu-172695 pada tanggal 4 Desember 2021.
Editor: Siti Faridah, S.H.