fbpx
Search
Close this search box.

Tahapan Memperoleh Sertifikat Halal MUI

Tahapan Memperoleh Sertifikat Halal MUI

Oleh Winda Indah Wardani, S.H

Halo Sobat YukLegal!

Mengapa perlu adanya sertifikat halal pada produk? Tentu Sebagian besar penduduk Indonesia yang beragama Islam akan menjawab karena adanya perintah Allah SWT untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan tayib. 

Jaminan Produk Halal

Jaminan produk halal yang diberikan kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk dengan adanya sertifikat halal. BPJPH adalah badan yang dibentuk pemerintah untuk menyelenggarakan Jaminan Produk halal.

Produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan produk. Bahan yang digunakan terdiri dari bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong. Semua bahan dapat berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, dan bahan lain yang dihasilkan dari proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik.

Bahan yang berasal dari hewan pada dasarnya halal kecuali sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (“UU No. 33 Tahun 2014”), yaitu:

  1. Bangkai;
  2. Darah;
  3. Babi;
  4. Hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat.

Bahan yang berasal dari tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang memabukkan dan membahayakan kesehatan bagi orang yang mengonsumsinya.

Baca Juga: Cara Mendapatkan Sertifikat Jaminan Produk Halal Melalui OSS .

Untuk memastikan bahan dan proses yang dilakukan halal maka BPJPH mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan tahapan memperoleh sertifikat halal sebagai berikut:

  1. Pengajuan permohonan
  2. Penetapan Lembaga Pemeriksaan Halal
  3. Pemeriksaan dan pengujian
  4. Penetapan kehalalan Produk
  5. Penerbitan Sertifikat Halal
  6. Label halal

Keseluruhan proses tersebut lebih rinci dalam penjelasan dibawah ini, here check it out!!

1. Pengajuan Permohonan 

Untuk mendapatkan sertifikat Halal diperlukan tahap-tahap yang harus dilakukan. Tahap pertama diatur dalam Pasal 29 UU No. 33 Tahun 2014, yakni pengajuan permohonan oleh pelaku usaha secara tertulis kepada BPJPH. Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen:

  1. Data pelaku usaha;
  2. Nama dan jenis Produk;
  3. Daftar produk dan bahan yang digunakan; dan
  4. Proses pengolahan produk.

2. Penetapan Lembaga Pemeriksaan Halal

Setelah permohonan diajukan, BPJPH akan memeriksa dokumen permohonan dan apabila sudah dinyatakan lengkap proses selanjutnya memasuki tahap kedua. Pada tahap ini akan ditetapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk.

3. Pemeriksaan dan Pengujian

LPH dalam tugasnya menunjuk Auditor Halal untuk melakukan pemeriksaan terhadap produk di lokasi usaha pada saat produksi. Pelaku usaha wajib memberikan informasi kepada auditor Halal. Berdasarkan Pasal 31 ayat (3) apabila Auditor Halal menemukan bahan yang diragukan kehalalannya, dapat dilakukan pengujian di laboratorium.

LPH yang telah selesai melakukan pemeriksaan akan menyerahkan hasil pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk kepada BPJPH.  Kemudian BPJPH menyampaikan hasil tersebut kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk.

Baca Juga: Mau Mendirikan PT Perorangan? Kenali 7 Batasan Yang Harus .

4. Penetapan kehalalan Produk

Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Sidang Fatwa Halal MUI. Sidang ini memutuskan kehalalan produk dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak menerima hasil pemeriksaan. Pada sidang tersebut mengikutsertakan pakar, kementrian/Lembaga, dan atau instansi terkait. Keputusan sidang kemudian disampaikan kembali pada BPJPH.

5. Penerbitan Sertifikat Halal

Ketentuan dalam Pasal 34 ayat (2) apabila dalam Sidang Fatwa menyatakan produk tidak halal. Maka BPJPH mengembalikan permohonan Setifikat halal kepada pelaku usaha disertai alasannya. Sedangkan apabila dinyatakan produk halal, maka BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal. Sertifikat Halal diterbitkan paling lama tujuh hari kerja setelah BPJPH menerima keputusan dari MUI.

6. Label Halal

Menurut Pasal 38 UU No. 33 Tahun 2014 pelaku usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib mencantumkan Label Halal pada:

  1. Kemasan produk;
  2. Bagian tertentu dari produk; dan/atau
  3. Tempat tertentu pada produk.

Pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca, serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak. Pelaku usaha yang tidak sesuai dalam mencantumkan label halal akan dikenai sanksi administrasi berupa:

  1. Teguran lisan;
  2. Peringatan tertulis;
  3. Pencabutan sertifikat halal.

Sertifikat halal berlaku selama empat tahun sejak diterbitkan BPJPH. Pelaku usaha wajib mengajukan pembaruan sertifikat halal paling lambat tiga bulan sebelum masa berlaku habis. Apabila terdapat perubahan komposisi bahan, maka pelaku usaha wajib melakukan melaporkan kepada BPJPH.

Sobat Yuklegal jangan lupa simak artikel-artikel lain untuk mendapatkan informasi terkait  ya!

Sumber:

Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Sumber Gambar:

food.detik.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Facebook
Telegram
Twitter
WhatsApp

Layanan Kami

Corporate

Pendirian Perusahaan
Penutupan Perusahaan
Perizinan Usaha

Layanan Pajak

Layanan Perpajakan dan Pembukuan

Perizinan Khusus

Perizinan Perusahaan
Perizinan Khusus

HAKI

Layanan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Foreign Service

Professional services to set up companies and to own business permits in Indonesia

Pembuatan dan Peninjauan Perjanjian

Pembuatan dan Peninjauan segala macam bentuk perjanjian

Layanan Hukum

Konsultasi Hukum
Legal Opinion
Penyelesaian Sengketa

Properti

Layanan Legalitas Properti Anda

Penerjemah dokumen

Sworn Translator
Non Sworn Translator

Digital Marketing

Pembuatan Website
Pendaftaran Domain